Ironisnya, tidak ada yang peduli dengan nasibmu dan mereka yang kau kasihi.
Dalam wujudmu, kau berpeluh, ada rasa getir yang selalu menyapamu. Kepiluan membuat airmatamu jatuh untuk kesekian kalinya. Kau hanya bisa berpasrah pada takdirmu. Si kecil yang malang.
Hari sudah semakin larut. Malam pun menghampiri. Lelah rasanya, bersedih-pilu seharian. Saatnya untukmu beristirahat. Kau dan teman-teman seperjuanganmu masuk kedalam istana kalian. Sebuah lubang. Lubang derita.
Rasanya, pagi muncul dengan cepat. Kau sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi.
Takdirmu menyeru, kau hanya Si Kecil yang berada dibawah.
Tapi kau pikir, kau tak serendah itu. Kau yakin, kau bisa melakukan sesuatu yang luarbiasa.
Setidaknya untuk teman-teman serumahmu.
''Kau harus cepat, sebelum para polisi hutan itu datang dan memboyongmu ke penjara,''
ucap Fahmi, pria serakah yang tidak bertanggungjawab.
Mereka terlihat cekatan menebang pohon-pohon di hutanmu.
Mereka seperti sudah terbiasa melakukan hal keji itu. Menebang pohon-pohon yang ada di hutan, kemudian menjualnya pada pengolah kayu tanpa melakukan reboisasi.
Mereka akan memperoleh banyak uang, berfoya-foya dan menikmati kehidupan mereka, sedang kau dan seluruh binatang di hutan menangis sejadi-jadinya atas tragedi ini.
Tertawa diatas penderitaan makhluk lain, itulah yang mereka lakukan.
Tertawa diatas penderitaan makhluk lain, itulah yang mereka lakukan.
Kau tak sanggup melihat semua ini. Melihat burung-burung terbang tak tentu arah, si Kancil, ular, gajah, anjing liar, kambing hutan, semuanya.
Mereka terusik dengan ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab.
Bahkan ada beberapa dari mereka yang terluka akibat terkena alat pemotong yang digunakan untuk menebang pohon. Kau tak boleh diam saja, teriak batinmu.
Bahkan ada beberapa dari mereka yang terluka akibat terkena alat pemotong yang digunakan untuk menebang pohon. Kau tak boleh diam saja, teriak batinmu.
Segera, kau memanggil teman-temanmu untuk menggigit kaki manusia-manusia itu. Rombongan semut merah menyerang kaki mereka.
Mereka merintih kesakitan akibat gigitan itu.
Kau senang, kau berhasil menghentikan mereka. Walaupun untuk sesaat.
Kau senang, kau berhasil menghentikan mereka. Walaupun untuk sesaat.
Karena ternyata mereka membawa racun yang dapat membunuhmu dan makhluk sejenismu.
Kau melihat mereka akan menyemprotkannya. Secepat mungkin, kalian berlari menghindarinya.
Namun sayangnya, ada beberapa temanmu yang tidak selamat. Mereka terkena racun kemudian mati tanpa meninggalkan jejak.
Andai Tuhan tau,
betapa kami sangat tersiksa
dengan ulah manusia
yang perlahan membuat kami binasa
Kupikir dengan akal sehat
namun jiwaku berkata, ''Tuhan bantu kami!''
Itu keluh-kesahmu yang tenggelam dalam hati. Tak mampu kau ucapkan, sebab betapa murkanya Tuhan mendengar keluhanmu.
Keluhan dari makhluk yang tak tau bersyukur sepertimu.
Hutan sudah gundul dan gersang. Penghuni hutan berkelana entah kemana.
Mencari tempat untuk sejenak melepas lelah, atau mungkin mencari teman untuk bercerita tentang lara mereka. Berkeluh-kesah. Atau bahkan meminta bantuan.
Namun memang takdir berkata, bahwa kau, semut merah dan semua binatang di hutan hanyalah makhluk yang kastanya lebih rendah dari manusia.
Tak mungkin kalian dapat bercerita pada manusia.
Apalagi meminta pertolongan mereka.
Sungguh tak mungkin.
Namun memang takdir berkata, bahwa kau, semut merah dan semua binatang di hutan hanyalah makhluk yang kastanya lebih rendah dari manusia.
Tak mungkin kalian dapat bercerita pada manusia.
Apalagi meminta pertolongan mereka.
Sungguh tak mungkin.
4 komentar:
mantap.......
:)
lanjutkan sis.. :)
ya bg,, makasih yahh
Abg juga yah,siska selalu support abg :)
good luck 4 us
Posting Komentar